
Bismillah
Usai pro kontra Film “Walid” kini buahnya mulai bermunculan di bumi Nusantara, para santri puteri di salah satu lembaga pesantren di Lombok, melaporkan Kyai nya atas pelecehan seksual. Sudah 20 Santri puteri menjadi korban, pencabulan dengan dalih ”mensucikan Rahim agar kelak melahirkan wali”.
Inna lillahi wa inna ilahi rajiun, betapa bahayanya kejahatan seksual berkedok agama. Kesucian anak-anak santri puteri ternodai.
FENOMENA KULTUS YANG MENGGIRING PADA KESESATAN.
Bilamana kau berjalan di permukaan bumi ini, kau kan lihat betapa kultus pada individu yang menjerumuskan ummat ini pada kesyirikan, bid’ah bahkan pemujaan pada pada orang-orang mati yang dikeramatkan.
Hampir di setiap tempat ada saja tokoh-tokoh hidup yang dipuja dan dikultuskan, berebut para pengikut mencium tangannya, memperebutkan bekas air minumnya, membungkuk-bungkuk hinakan diri di hadapannya, bahkan ada yang sujud dan mencium kakinya, meminum bilasan air kakinya.
Tak sampai di situ, bahkan ada yang berbangga hati menyerahkan anak gadis serta istrinya pada sosok ini, karena berharap berkah dan keturunan yang mengalir padanya darah sang tokoh, baik kyai, habib, tuan guru, dan apapun namanya.
Fenomena dinikahi lantas dicerai, tak diberi nafkah, diterlantarkan bahkan disakiti fisik dan mental mereka bukan lagi hal yang aneh. Lebih dari itu dizinahi dengan kedok agama, dihamili dan dipaksa tutup mulut.
Adapun pengkultuskan pada tokoh-tokoh yang sudah mati, sudah seremoni dan tradisi, bertebaran pemujaan terhadap kuburan yang dikeramatkan di setiap tempat-kecuali yang dirahmati Allah.
PEMBODOHAN UMMAT
Tidak akan pernah keburukan terjadi pada ummat ini kecuali disebabkan kerusakan pada ulama dan umara’ nya.
Bilamana para umara memperbodoh ummat dengan jalan dunia mereka, sehingga kedudukan mereka tetap langgeng, maka para ulamanya akan memperbodoh ummat dengan jalan agama – yang dipalsukan ajarannya-
Inilah sejumlah sikap kultus yang menjadi sebab hancurnya kemurnian agama yang dibawa Nabi menjadi agama yang penuh dengan bid’ah, khurafat, takhayyul bahkan kesyirikan.
CIRI-CIRI KULTUS PADA INDIVIDU
Pertama, menganggap tokoh mereka apapun sebutannya, mau ustadz, kyai, ajengan, tuan guru, habib keturunan Nabi adalah wali, yang maksum tak tersentuh dosa dan noda, tak tersentuh kekeliruan dan kekhilafan, sehingga segala perkataan dan perbuatan mereka “bebas sensor” tidak pernah salah dan tidak boleh disalahkan.
Para tokoh yang dikultuskan ini, senantisa mengajak ummat, pengikut dan jemaahnya untuk mengkultuskan dirinya, taklid buta padanya, agar menerima bulat-bulat perkataannya meski tak berdalil. Bahkan sebagian menjual bualannya dengan mengatas namakan Nabi, Perintah Nabi, yang dia dapat langsung dari Nabi melalui jalur mimpi maupun dalam kondisi –yaqazah-alias sadar.
Tak punya rasa malu, ada saja yang berani berdusta dari mereka mengatakan berjumpa Nabi, melihat Nabi di majlisnya, bahkan ada yang nekat dengan kurang ajarnya mengatakan Nabi mengiringinya dalam mobilnya duduk di kursi belakangnya, lebih dari itu ada yang mengatakan Nabi mencium lututnya, mengeluarkan tangan dari kuburnya membaiatnya dan membenarkan ajarannya.
Menjual agama untuk dapat pengaruh dan dunia dengan dalih keturunan Nabi. Dalam tubuhnya mengalir darah Nabi, membodohi umat agar kultus pada dirinya, dan sebagian mereka tak segan-segan ”memalak” jamaah dengan iming-iming syurga, yang sebenarnya lebih layak disebut penjarahan kepada dirinya, tak peduli ummat semakin melarat, yang penting ia semakin kaya raya bertabur harta.
Masih banyak lagi bentuk kultus individu yang membahayakan ummat, mengajarkan pada kita bahwa agama itu ikuti dalil bukan ikuti sosok individu, sehebat apapun ia dinyatakan. Allahul musta’an.
Jakarta, 27 Syawal 1446/ 26 April 2025
Abu Fairuz Ahmad Ridwan My