Jangan Ada Hasad Di Antara Kita

Bismillah.

Maraknya lembaga pendidikan salaf dan sunnah di indonesia adalah fenomena yang menggembirakan, menunjukkan adanya semangat kaum muslimin untuk kembali kepada Alquran dan Assunnah dan kembali rujuk pada pemahaman salaf.

Dimanapun ada lembaga pendidikan salafi, maka dia tumbuh dengan cepat bak tumbuhnya jamur di musim hujan.

Demikian pula dengan dakwah salaf, menjadi trend dan laris manis di tengah dakwah dan pendakwah yang berafiliasi pada ormas tertentu dan individu tertentu.

FENOMENA BEREBUT MURID DAN JAMAAH

Melihat maraknya perkembangan dakwah salaf, membuat tergiurnya banyak pemodal dan orang-orang berduit ikut nimbrung buat sekolah, pesantren, yayasan, masjid dan lainnya karena ternyata cepat mendatangkan keuntungan dan balik modal.

Peluang bisnis ini tak di sia-siakan mereka untuk turut berpartisipasi untuk bersaing meramaikan dunia pendidikan.

Apapun ceritanya, tentu untuk bersaing dan mencapai target konsumen sebanyak-banyaknya membutuhkan marketing dan daya tarik yang kuat. Daya tarik itu ada pada nama “branded” para asatizah yang terkenal dan tersohor, apalagi bila ada embel-embel DR, MA, Lc dan sejenisnya.

Dengan sebab itu setiap ust yang menyandang gelar dan tersohor itu akan menjadi magnet penyedot jamaah dan komunitas salafiyyin maupun yang di luar mereka untuk meramaikan lembaga pendidikan maupun lembaga dakwah baru.

Iklan itu butuh operasional, sayangnya sebagaian ustadz tidak faham mereka dimanfaatin jadi produk iklan untuk melariskan dagangan belaka. Bilamana lembaga sudah mapan merekapun akan di ”tendang” keluar bilamana tidak mau ikut apa keinginan pemilik lembaga pendidikan tersebut.

Ibarat kata orang sebatas “pendorong mobil mogok” bilamana mobil mesinnya dah hidup ia akan ditinggal pergi hanya sekedar menghirup asap knalpot yang tertinggal.

Hal ini juga akan terjadi bukan hanya di lembaga pendidikan belaka tetapi semacam ini juga terjadi dalam dunia travel, media dakwah dan lain-lain.

PERSAINGAN TIDAK SEHAT

Semakin banyaknya lembaga pendidikan, media dakwah, travel-teavel dan masjid-masjid berbasis sunnah bagus-bagus saja, selama dapat bersinergi dengan baik dan tidak saling “cakar-cakaran”.

Bilamana tujuan semuanya akhirat, pasti tidak akan terjadi persinggungan dan perselisihan yang membuahkan perpecahan.

Hal yang layak jadi perenungan adalah bilamana sebagian lembaga punya hasad dengan lembaga lainnya. Mencari murid dan jamaah dengan cara-cara yang tidak elegan, tidak berakhlak dan menyeisihi etika berbisnis.

Misalnya, dengan membujuk sebagian guru yang bisa dia pengaruhi untuk pindah ke lembaganya dengan iming-iming gaji dan jabatan yg lebih tinggi. Atau mempengaruhi murid-murid dan jamaah untuk pindah ke lembaga yang bersangkutan dengan cara menjatuhkan harga biaya masuk semurah-murahnya – bukan niatnya untuk membantu memudahkan kaum muslimin – tetapi untuk menjatuhkan lembaga lain yang ingin dia saingi.

Biasanya cara seperti ini hanya indah di awal, setelah berjalan baik, dan murid telah banyak lembaga tersebut akan menaruh tarif setinggi tingginya.

Dalam dunia travel pun tak kalah semrautnya, perang iklan dan perang harga antara sesama travel begitu menyolok, meski tak jarang harga hanya indah di awal, murah meriah dan fasilitas serba wah. Namun dalam dunia nyata mulai bermunculan harga-harga di luar prediksi, harga inilah, harga itulah, ujung-ujungnya harga naik berlipat ganda.

Belum lagi hotel yang dijanjikan sering tak sesuai dengan kenyataan. Janjinya hotel bertaraf bintang lima, ternyata hotel biasa-biasa saja bahkan sebagian hotel jauh dari masjidil haram tak sesuai dengan harga yang dipatok di awal.

KEBERKAHAN ITU DENGAN IKHLAS

Keberkahan suatu lembaga dakwah berbanding lurus dengan standar keikhlasan dan mengharapkan wajah Allah serta negeri akhirat.

Semakin tipis nilai-nilai keikhlasan kan semakin rentan muncul perselisihan dan persaingan tak sehat, perebutan jabatan dan kekuasaan maupun pengikut.

Bila sudah seperti itu kondisinya maka tunggulah kehancuran kan segera datang menjelang.

SEMUA TERPULANG PADA HATI

Segala sepak terjang sesorang, upaya dan usaha untuk meraih pundi dunia dengan topeng agama, takkan lama bertahan meski didukung infrastruktur yang canggih, SDM yang hebat dan finansial yang melimpah ruah.

Sudah banyak lembaga yang tergelincir jatuh pamor dan reputasinya disebabkan niat yang tidak baik, tinggalah gedung mewah tidak lagi dilirik manusia, ditinggalkan orang-orang karena tak berkah, culas, dan hasad yang bersemyam di hati pemilik lembaga dan pengurus.

Betapa butuhnya setiap orang untuk selalu mengevaluasi niat untuk apa dia membangun lembaga pendidikan, untuk apa ia membangun media dakwah, untuk apa ia membangun bisnis travel haji dan umrah.

Bekerja untuk amalan akhirat dengan memprioritaskan target dunia dan akhiratnya sambilan, bagaikan perumpamaan buih meluap di kala banjir, yang lambat laun buih kan sirna dan air jualah yang menetap dan bermanfaat.

{فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً ۖ وَأَمَّا مَا يَنفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ}

Adapun buih ia kan sirna mengering, adapun yang bermanfaat bagi manusia ia akan menetap berkekalan di bumi. QS: Ar-Ra’du : 17 .

Berkata Imam Malik Bin Anas-rahimahullah- “apapun yang untuk Allah itu akan berkekalan dan apapun yang untuk selain Allah itu akan musnah”. Jangan ada hasad di antara kita.

Batam, 26 Rajab 1446/ 26 Jan 2025

Abu Fairuz Ahmad Ridwan My